MENU NAVIGATION


FRAKTUR ANTEBRACHII

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN FRAKTUR
1. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. (Apley, A. Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995: 338).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, A. et al, 2000: 346).
3. Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).
5. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).

B. ETIOLOGI FRAKTUR
Menurut Apley, A.Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995 : 238-239 fraktur dapat terjadi akibat :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Bila terkena kekuatan langsung.
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada tulang.
3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.
Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (1998) adalah:
1. Ruda paksa
2. Trauma
3. Proses patologis
Misalnya: tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan kekuatantulang yang berkurang dandisebut patah tulang patologis.
4. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur

C. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan garis patah tulang
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.
2. Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
3. Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur terbuka
Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan kulit sehingga adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
1) Derajat I, yaitu luka tembus dengan diameter 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan kontaminasi minimal.
2) Derajat II, terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, kontaminasi minimal.
3) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu:
a) Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi luar.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

b. Fraktur tertutup
Yaitu fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
4. Berdasarkan bentuk pergeseran
a. Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Diaplaced, yaitu terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
Ada empat macam fraktur antebrakhial :
1. Fraktur Colles
2. Fraktur Smith.
3. Fraktur Galeazzi.
4. Fraktur Montegia.

D. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.




Patofisiologi menurut Black dan Jacob’s (1993)

Peristiwa trauma tunggal



Tekanan yang berulang-ulang



Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologi)



Fraktur



Kerusakan periosteum, pembuluh darah dan sum-sum tulang



Perdarahan pada ujung tulang yang fraktur


Merangsang respon peradangan akut dan proliferasi sel-sel dibawah periosteum



Hematom yang membeku perlahan diabsorbsi dan kapiler baru berkembang



Awal proses penyembuhan


E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. PENCEGAHAN FRAKTUR
Menurut Long, B.C. (1996 : 356) pencegahan fraktur dapat dengan 3 pendekatan:
1. Dengan membuat lingkungan lebih aman.
Langkah-langkahnya:
a. Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).
b. Melengkapi kamar mandi dengan pegangan.
c. Menjauhkan kesed dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah locomotor.
d. Roda-roda kursi beruda harus dilengkapi rem.
e. Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi beroda sehingga terampil.
2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai:
a. Bahaya minum sambil mengemudi.
b. Pemakaian sabuk pengaman.
c. Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan tenaga atau alat berat.
d. Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan.
e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga.
3. Mengajarkan kepada para wanita mengenai masalah osteoporosis.

G. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan cara (Syamsu Hidayat : 1997) :
1. Pembidaian Physiologik
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
2. Pembidaian secara orthopedi eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi.
3. Fiksasi internal
Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.
Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut, yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru. Proses tersebut terjadi empat tahap yaitu:
1. Pembentukan prokallus/Hematoma
Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada daerah fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast yang berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.
2. Pembentukkan Kallus
Selama 4 – 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua.
3. Osifikasi
Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan menghubungkan kedua sisi yang patah.
4. Kallus Formation
a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
5. Remodeling
Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera.
Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:
1. Penyambungan yang lambat
Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.
Penyebab:
1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.
2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
3) Immobilisasi yang tidak efisien.
4) Infeksi terjadi pada lokasi.
5) Kondisi gizi pasien buruk.
2. Non union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab antara lain :
1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen.
2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab sitemik yang lain).

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:
1. Faktor lokal
a. Sifat luka atau berat utama
Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.
b. Jumlah tulang yang hilang
c. Tipe tulang yang cedera
d. Derajat imobilisasi yang terkena
e. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.
f. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.
2. Faktor klien
a. Usia klien
b. Pengobatan yang sedang dijalani.
c. Sistem sirkulasi.
d. Gizi
e. Riwayat penyakit.

Dampak mobilisasi akibat fraktur terhadap sistem tubuh
1. Sistem respiratory
Kurangnya pergerakan akan mengakibatkan kurangnya rangsang batuk, kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan bertumpuk pada bronchi dan bronchioles.
2. Sistem Integumen
Kehilangan integritas kulit disebabkan karena gesekan, tekanan, pergeseran jaringan satu dengan yang lain. Penghambatan sirkulasi ke jaringan, adanya infeksi, trauma, berkeringat.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus fraktur (Doengoes, M. E., 2000: 762) yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada klien, karena pada klien dengan luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan kadar leukosit, hematokrit kemungkinan meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada grauma multiple, kreatinin dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kelainan ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

I. KOMPLIKASI FRAKTUR
Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah :
1. Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.
2. Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
3. Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips. Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
4. Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat.
Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare pada kulit dan conjungtiva.
Serangan : 2-3 hari setelah cedera.
Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen, transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator, cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat mencegah terulangnya masalah.
5. Nekrosis Avaskuler
Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.
6. Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim proteolitik.
Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.
Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.
Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.

J. PENTALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan Dengan Konservatif & Operatif
Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
o Immobilisasi dan penyangga fraktur
o Istirahatkan dan stabilisasi
o Koreksi deformitas
o Mengurangi aktifitas
o Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak / menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency.
2. Traksi mekanik, ada 2 macam :
a. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan


FRAKTUR ANTEBRACHII

A. PENGERTIAN
Fraktur Antebrachii adalah fraktur pada tulang yang biasanya terjadi di antebrachium (lengan bawah). (Reksoprodjo, 1998).

B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer (2000: 351) ada 4 klasifikasi fraktur antebrachii antaralain:
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).
2. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.
3. Fraktur Galeazzi.
Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia.
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal.




C. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Fraktur Antebrachii
1. Fraktur Colles
Pada fraktur colles tanpa dislokasi hanya diperlukan immobilisasi dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup
2. Fraktur Smith.
Dilakukan reposisi dalam anastesi lokal atau anastesi umum. Posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi-supinasi. Diimobilisasi dalam gips sirkulasi di bawah siki selama 4 minggu-6 minggu.
3. Fraktur Galeazzi.
Dapat dilakukan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan selama 4-6 minggu.
4. Fraktur Montegia.
Dilakukan reposisi tertutup. Setelah berhasil dilakukan immobilisasi gips sirkulasi di atas siku dengan posisi siku fleksi 90.

2. Penatalaksaan klien dengan fraktur
a) ORIF ( Open Reduction Internal Fixation)
yaitu prosedur pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, paku dan pin logam. (Brunner&Suddart, 2001:2301).
b) Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. (Brunner&Suddart, 2001:2293).
c) Reduksi terbuka
Melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang patah. (Brunner&Suddart, 2001:2301).

d) Fiksasi ekterna
Yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen tulang.
e) Gips
Yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh yang dipasang.

3. Perawatan Klien Fraktur
a. Perawatan klien dengan fraktur tertutup
Klien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Klien diajari bagaimana mengontrol.
Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu (misalnya: tongkat, walker).
Klien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran klien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan.

b. Perawatan klien fraktur terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi seperti: osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
Luka dibersihkan, didebridemen (benda asing dan jaringan mati diangkat), dan diirigasi. Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan grapt tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doegoes,dkk (1999) pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur
1. Scan tulang, tomogram, magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
2. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
3. Profil koagulasi
4. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranafusi multiple atau cairan hati.