MENU NAVIGATION


KONSEP SEHAT SAKIT

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.

Saat ini sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekua­saan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang po­sitif (Edelman dan Mandle. 1994):

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi ling­kungan internal dan eksternal.

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.


Teori model yang terkait dengan konsep sehat sakit

1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)

Menurut Neuman (1990): ”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total”

Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.

Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.

Kematian

Prematur

Kesejahteraan, Tingkat Tinggi

Model Tindakan

Model sejahtera

Ketidakmampuan

Gejala

Tanda

Kesadaran

pendidikan

Pertumbuhan

Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.

Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.

Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)

Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku.

Pada pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan

Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.


3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)

Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan

Pejamu

Lingkungan

Agen

Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.

à jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).

Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.

Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.

Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.

Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.

· Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan

· Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.

Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.

Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.

4. Model Keyakinan-Kesehatan

Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.

Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.

Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:

a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.

Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.

b. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.

Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.

Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.

Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.

Persepsi Individual

Faktor-Faktor Modifikasi

Tindakan Yang Mungkin

Variabel Demografik

Variabel Sosiofisiologis

KEUNTUNGAN tind Prev

BARIER thd tindakan

Kemungkinan Untuk

BERTINDAK

ANCAMAN

Yang dirasakan

KERENTANAN

Yang dirasakan

KESERIUSAN

Yang dirasakan

PETUNJUK

Untuk bertindak

· Kampanye media

· Saran Dokter

· Penyakit keluatga

5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)

Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan.

Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor pengubah).

Faktor Kognisi-Persepsi

Faktor Pengubah

Partisipasi dlm Perilaku Kesehatan

· Kepentingan kesehatan

· Kontrol kesehatan y dirasakan

· Kesembuhan y dirasakan

· Definisi kesehatan

· Status kesehatan y dirasakan

· Keuntungan perilaku peningkatan kesehatan

· Barier terhadap perilaku peningkatan-kesehatan y dirasakan

· Karakteristik Demografik

· Karakteristik Biologik

· Pengaruh Interpersonal

· Faktor Situasional

· Faktor perilaku

Kemungkinan memiliki perilaku peningkatan-kesehatan

Petunjuk untuk Tindakan



Berdasarkan gambar diatas Model ini dapat:

o Mengidentifikasi berbagai faktor (demografik, sosial) yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisifasi untuk meningkatkan kesehatan.

o Mengatur berbagai tanda kedalam sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan munculnya partsisipasi klien dalam perilaku peningkatan kesehatan.

SAKIT DAN PERILAKU SAKIT

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.

Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

TAHAP-TAHAP PERILAKU SAKIT

Tahap I (Mengalami Gejala)

o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”

o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.

o Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.

o Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

o Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat

o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

o Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.

o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

o Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang

o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.

o Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.

o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan

o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

Tahap IV (Peran Klien Dependen)

o Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.

o Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.

o Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.

o Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.

Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.

o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

Kepustakaan

Potter, Patricia, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. – Ed.4. – Jakarta ; EGC, 2005