MENU NAVIGATION


PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KELURAHAN SIDANEGARA KECAMATAN CILACAP TENGAH TAHUN 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

Skripsi, Agustus 2010

Trinoval Yanto Nugroho:

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KELURAHAN SIDANEGARA KECAMATAN CILACAP TENGAH TAHUN 2010

xi+ 74 Halaman + 3 Bagan + 14 Tabel + 16 Lampiran

ABSTRAK

Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikontrol, maka diperlukan ketelatenan dan biaya yang cukup mahal. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk melakukan pengobatan secara herbal, salah satunya dengan pemberian rebusan seledri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap Tengah tahun 2010.

Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experiment dengan rancangan yang akan digunakan adalah rancangan One Group Pretest – Postest Design tanpa adanya kelompok kontrol. Analisis dengan Uji t dependen (paired t test),dengan standar error 0,05 jumlah sampel 65 pasien diambil menggunakan metode stratified sampling. Hasil penelitian menunjukan tekanan darah penderita hipertensi sebelum diberi rebusan seledri rata-rata sistolik 181,92 mmHg dan diastoliknya 99,62 mmHg. Tekanan darah setelah diberi rebusan seledri rata-rata sistolik 140,46 mmHg dan diastoliknya 83 mmHg. Hasil analisis bivariat didapat ρv = 0,000; t output sistolik 19,331 dan t output diastolik 11,453 menunjukan adanya penurunan tekanan darah penderita antara sebelum dan sesudah diberi rebusan seledri.

Hasil penelitian menunjukan pemberian rebusan seledri berpengaruh untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

Kata kunci : Hipertensi, rebusan seledri

Daftar pustaka : 51 Buah (2000 - 2010)









BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Menurut Basha (2009, h.1) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Sedangkan menurut Sustrani, dkk (2009, h.12) hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

Sustrani, dkk (2009, h.12) mengatakan hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung, aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Tekanan Darah Tinggi 2009). Dengan demikian hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu > 140/90 mmHg.

Penelitian yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES 2005-2006) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 28,4% dari populasi orang dewasa menderita hipertensi dan prevalensi ini meningkat tajam dengan bertambahnya usia (Field 2008). Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang yang berusia 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi (Akhmad 2010). Dengan demikian, penelitian yang dilakukan oleh NHANES (2005-2006) menunjukan adanya hubungan yang berarti antara prevalensi hipertensi dengan bertambahnya usia dibuktikan dengan jumlah prevalensi hipertensi yang selalu meningkat dengan bertambahnya usia, ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia akan menyebabkan penurunan elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat. Sedangkan menurut SKRT (2004) menunjukan adanya hubungan yang berarti antara prevalensi hipertensi dengan jenis kelamin, ini disebabkan karena wanita lebih mudah mengalami stress dari pada laki-laki yang akan menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat.

Selain data diatas, Riset Kesehatan Dasar Nasional (2007) yang di lakukan oleh Departemen Kesehatan RI menunjukan prevalensi Nasional Hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar 29,8% (Soendoro 2007). Penderita hipertensi di Propinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga setelah Propinsi Riau dan Propinsi Bangka Belitung. Berdasarkan data program pengamatan dan pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kabupaten Cilacap tahun 2008, hipertensi menduduki peringkat pertama pada urutan jumlah kasus penyakit tidak menular yaitu sebesar 28.874. Sedangkan kasus penyakit hipertensi berdasarkan golongan umur di Kabupaten Cilacap tahun 2008 pada lansia yang berumur 45-64 tahun sebesar 15.387. Dan pada umur > 65 tahun, sebesar 7.369 lansia menderita hipertensi. Menurut Sistem Informasi Manajemen Puskesmas/SIMPUS (2010) data hipertensi di Wilayah Cilacap Tengah selama 2 bulan terakhir yaitu 543 orang, yang tersebar di lima kelurahan. Kelurahan dengan jumlah hipertensi tertinggi yaitu kelurahan Sidanegara dengan jumlah penderita 188 orang.

Penyebab penyakit hipertensi secara umum diantaranya aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf simpatis, obesitas, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa menyebabkan hipertensi (Marzuky 2009).

Akibat tekanan darah tinggi yang berlanjut dan tidak tertangani secara tepat, mengakibatkan jantung bekerja lebih keras, hingga otot jantung membesar. Kerja jantung yang meningkat menyebabkan pembesaran yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung (heart failure). Selain itu, tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap pembuluh darah koroner di jantung berupa terbentuknya plak (timbunan) aterosklerosis yang dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan menghasilkan serangan jantung (heart attack) (Merdikoputro 2008). Untuk mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut maka diperlukan penanganan yang tepat dan efisien. Menurut Marlia (2010) penanganan hipertensi secara umum yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis.

Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan secara farmakologis dianggap mahal oleh masyarakat, selain itu penanganan farmakologis juga mempunyai efek samping. Efek samping tersebut bermacam-macam tergantung dari obat yang digunakan. Sebagai contohnya, seperti yang telah disebutkan oleh Lyrawati (2008) bahwa efek samping dari obat Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu kemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin, nyeri abdomen dan mual karena terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal yaitu konstipasi.

Penanganan non-farmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan, olah raga secara teratur, diet rendah lemak & garam, dan terapi komplementer (Marlia 2009). Penanganan secara non-farmakologis sangat diminati oleh masyarakat karena sangat mudah untuk dipraktekan dan tidak mengeluarkan biaya yang terlalu banyak. Selain itu, penanganan non-farmakologis juga tidak memiliki efek samping yang berbahaya tidak seperti penanganan farmakologis. Sehingga masyarakat lebih menyukai penanganan secara non-farmakologis dari pada secara farmakologis (Marlia 2009).

Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-105). Terapi herbal banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit. Jenis obat yang digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium graveolens ), bawang putih atau garlic (Allium Sativum), bawang merah atau onion (Allium cepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-105).

Seledri atau celery ( Apium graveolens ) merupakan salah satu dari jenis terapi herbal untuk menangani penyakit hipertensi. Masyarakat Cina tradisional sudah lama menggunakan seledri untuk menurunkan tekanan darah. Seledri mengandung apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu, seledri juga mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides dapat mereduksi hormon stres yang dapat meningkatkan darah dikutip dari Afifah (2009).

Selain mengandung apigenin dan pthalides seledri juga mengandung gizi yang tinggi, vitamin A,B1, B2, B6 dan juga vitamin C. Seledri juga kaya pasokan kalium, asam folic, kalsium, magnesium, zat besi, fosfor, sodium dan banyak mengandung asam amino esensial. Pada pasokan kalium sangat bermanfaat untuk terapi darah tinggi. Pada 100 g seledri terkandung 344 mg kalium dan 125 mg natrium. Konsumsi makanan dengan perbandingan kalium dan natrium yang mencapai 3:1, sangat baik bagi penderita darah tinggi. Pada seledri perbandingan tersebut mencapai 2,75:1 sudah sangat mendekati rasio ideal untuk pencegahan Hipertensi dikutip dari Afifah (2009). Seledri juga sangat mudah dicari, harganya juga sangat terjangkau oleh masyarakat. Selain itu slederi juga tidak memiliki efek samping yang berbahaya. Oleh karena itu seledri sangat baik sebagai terapi pengobatan hipertensi.

Untuk pengobatan hipertensi caranya dengan mengambil 16 tangkai. Semuanya dicuci dan direbus dengan air bersih sebanyak 2 gelas minum atau setara dengan 400 ml. Kemudian rebus hingga ¾ bagiannya atau setara dengan 300 ml. Hasil rebusan tersebut diminum untuk satu hari, masing-masing ½ bagiannya menurut Muhammadan (2009, h. 173). Selain itu seledri juga dapat dibuat menjadi jus seledri. Caranya campurkan 250 g seledri segar dengan 2 buah apel hijau segar. Sebelum dijus seledri rebus terlebih dahulu lalu campur dengan apel lalu blender hingga halus. Minum dua hari sekali untuk penderita Hipertensi dikutip dari Afifah (2009).

Studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada. tanggal 14 April 2010, didapatkan data bahwa dari 188 orang di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah menderita hipertensi ringan sampai berat. Pada tanggal 27 April 2010, peneliti melakukan studi pendahuluan kembali melibatkan 10 orang yang menderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang mengalami hipertensi sejak 2 bulan yang lalu. Selama ini usaha yang mereka lakukan untuk mengatasi hipertensi pada kasus hipertensi ringan sampai berat adalah dengan mengurangi asupan garam dan menghindari makanan tinggi kolesterol. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah terhadap 10 orang tersebut, ternyata 8 dari 10 orang masih mengalami hipertensi. Jadi usaha yang mereka lakukan belum begitu efektif untuk menurunkan tekanan darah. Peneliti juga menanyakan tentang terapi seledri untuk hipertensi kepada 10 orang tersebut. Hasilnya dari 10 orang tersebut semuanya belum pernah mendapatkan terapi seledri.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut Apakah pemberian rebusan seledri berpengaruh terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap Tengah Tahun 2010?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

b. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sebelum diberikan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

c. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sesudah diberikan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

d. Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka mengenai pengaruh seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang pengobatan tradisional dengan mengkonsumsi rebusan seledri.

b. Bagi penderita

Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif yang tepat dan praktis dalam menurunkan tekanan darah yaitu dengan mengkonsumsi rebusan seledri.

c. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat merangsang penelitian tentang pengobatan alternatif untuk penurunan tekanan darah yang lebih efektif diberikan kepada penderita Hipertensi.

d. Bagi Masyarakat di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif pengobatan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita Hipertensi.


E. KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian mengenai pengaruh terapi seledri terhadap hipertensi belum begitu banyak dilakukan. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Rohaendi, 2008, tentang Pengaruh pemberian teh rosella dan obat terhadap tekanan darah pasien hipertensi primer di Panti Jompo Welas Asih Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Kota Tasikmalaya. penelitian ini menggunakan metode experiment dengan control Group Pretest-postest, Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan efektifitas teh rosella dan obat terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Panti Jompo Welas Asih Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya. Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang responden, terdiri dari 20 responden yang diberikan teh rosella dan 20 orang responden yang minum obat actrapin 5 mg sehari sekali selama tujuh hari. Pengambilan sampel dengan cara total sampling untuk responden di panti dan conventiente sampling untuk pasien rumah sakit. Pengujian efektifitas sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan uji paired-Sample T test, sedangkan untuk menguji adanya perbedaan efektifitas diantara dua kelompok menggunakan uji independent Sample T test dan untuk menguji efektifitas pemberian intervensi setelah dikontrol oleh jenis kelamin, umur, dan Indek Massa Tubuh menggunakan uji Manova. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin paling banyak perempuan, rerata umur responden 60 tahun dan rerata Indek Masa Tubuh 27,25. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan tekanan sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok (p=0,000). Teh rosella dan obat sama efektifnya dalam menurunkan tekanan darah pada kedua kelompok (p= 0,057 dan 0,242). Jenis kelamin, umur, dan IMT tidak mempengaruhi penurunan tekanan darah sistolik dan diatolik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara signifikan teh rosella dan obat dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang sebih besar, uji kandungan rosella, dan pengukuran secara serial.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada variable bebas, desain, rancangan dan tempat penelitian. Pada penelitian ini variable bebasnya adalah terapi seledri. Penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment dengan rancangan yang akan digunakan adalah rancangan One Group Pretest – Postest Design. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan tentang hipertensi, pengobatan hipertensi keperawatan holistik, terapi komplementer, seledri sebagai terapi herbal, seledri dalam hubungannya dengan penurunan tekanan darah dan kerangka teori penelitian. Penjelasan tentang hipertensi diperlukan untuk menentukan jenis dan klasifikasi penderita dalam penelitian. Disamping itu klasifikasi tekanan darah digunakan sebagai standar pengaruh seledri terhadap tekanan darah penderita hipertensi. Keperawatan holistik diperlukan untuk menjelaskan bahwa dalam keperawatan penderita merupakan kesatuan yang utuh antara fisik, psikologi, sosial, ekonomi, spiritual dan budaya. Menurut keperawatan holistik perawat harus memandang pasien sebagai orang yang memiliki penyakit tertentu. Penjelasan tentang terapi komplementer dan terapi herbal sudah sangat luas dalam menangani penyakit tertentu. Demikian pula seledri yaitu bertujuan untuk menjelaskan bahwa salah satu terapi herbal yang dipergunakan dimasyarakat adalah seledri.

A. HIPERTENSI

  1. Pengertian

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systolik dan diastolik mengalami kenaikan yang melebihi batas normal (tekanan systole di atas 140mmHg, diastole di atas 90mmHg). Harga normal tekanan darah (WHO) 120/80mmHg - 140/90mmHg (Arita, 2008, h. 73).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Tekanan Darah Tinggi 2009).

  1. Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : (Gunawan, 2001 )

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih ).

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1) Penyakit Ginjal

a) Stenosis arteri renalis

b) Pielonefritis

c) Glomerulonefritis

d) Tumor-tumor ginjal

e) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

2) Kelainan Hormonal

a) Hiperaldosteronisme

b) Sindroma Cushing

c) Feokromositoma

3) Obat-obatan

a) Pil KB

b) Kortikosteroid

c) Siklosporin

d) Eritropoietin

e) Kokain

f) Penyalahgunaan alkohol

g) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

4) Penyebab Lainnya

a) Koartasio aorta

b) Preeklamsi pada kehamilan

c) Porfiria intermiten akut

d) Keracunan timbal akut.

(Tekanan Darah Tinggi 2009).

  1. Patofisiologis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas (Tekanan Darah Tinggi 2009).

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler (Tekanan Darah Tinggi 2009).

  1. Tanda dan Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

a. sakit kepala

b. kelelahan

c. mual

d. muntah

e. sesak nafas

f. gelisah

g. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Tekanan Darah Tinggi 2009).

  1. Klasifikasi Hipertensi

a. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (Tekanan Darah Tinggi 2009) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

(Tekanan Darah Tinggi 2009)

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Kategori

Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah Diastolik

Normal

<>

(dan) <>

Pre-hipertensi

120-139 mmHg

(atau) 80-89 mmHg

Stadium 1

140-159 mmHg

(atau) 90-99 mmHg

Stadium 2

>= 160 mmHg

(atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

b. Klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg) menurut WHO (dikutip dari Elisa, dkk 2009 ) yang dapat dilihat dalam tabel 2.2:

Tabel 2.2

Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah Menurut WHO

(Elisa, dkk 2009)

Kategori

Sistolik

Diastolik

Optimal

<120

<>

Normal

<130

<>

Normal-tinggi

130 - 139

85 - 89

Hipertensi

Stage 1 (mild)

140 - 159

90 - 99

Hipertensi

Stage 2 (moderate)

160 - 179

100 - 109

Hipertensi

Stage 3 (severe)

≥ 180

≥ 110

c. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa > 18 tahun menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VI (dikutip dalam Rohaendi, 2008, h.14), dapat dilihat pada tabel 2.3:

Tabel 2.3

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa > 18 tahun Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VI (Rohaendi, 2008, h.14)

Kategori

Tekanan Darah sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Optimal

<120

<>

Normal

<130

<85

Normal – Tinggi

130 - 139

85 - 89

Hipertensi



Derajat 1 (ringan)

140 - 159

90 - 99

Derajat 2 (sedang)

160 - 179

100 - 109

Derajat 3 (berat)

≥ 180

≥ 110

Hipertensi Sistolik Terisolasi

≥ 140

<>

d. Sedangkan klasifikasi tekanan darah tinggi menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VII tahun 2003 (dikutip dalam Rohaendi, 2008, h.14) pada orang berusia 18 tahun ke atas yang dapat dilihat pada Tabel 2.4:

Tabel 2.4

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa > 18 tahun Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VII (Rohaendi, 2008, h.14)

Klasifikasi

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal

≥120

<>

Prehypertension

120 - 139

85 - 89

Derajat 1

140 - 159

90 - 99

Derajat 2

≥ 160

100

Hipertensi Sistolik Terisolasi

≥ 140

<>

  1. Penegakan Diagnosa Hipertensi

Menurut Muhammadan, 2010, (h. 104 - 105) tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.

  1. Komplikasi

a. Komplikasi menurut Murwani, 2008, (h. 76)

1) Pada jantung : pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa payah jantung, infark jantung, penyakit jantung koroner

2) Pada otak : stroke, enchepalitis

3) Pada ginjal : hematuri, kencing sedikit

4) Pada mata : retinopati hipertensi

b. Penyakit penyerta menurut Dalimarta (2000)

1) Kencing manis (diabetes mellitus)

2) Resistensi Insulin (R-I)

3) Hiperfungsi kelenjar tiroid (hipertiroid)

4) Rematik

5) Asam urat (gout)

6) Kadar lemak darah tinggi (hiperlipidenia)

  1. Penanganan

Penanganan hipertensi menurut Lenny (2008), secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

a. Penanganan dengan obat-obatan (farmakologi):

Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. Berikut merupakan macam-macam obat antihipertensi (Lenny 2008):

1) Diuretik: obat-obatan jenis diuretik bekerja ddengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume ciran di tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatnya adalah Hidroklorotiazid.

2) Penghambat Simpatetik: Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis. Contoh obatnya adalah Metildopa, Klonidin, dan Reseprin.

3) Betabloker : mekanisme kerja obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma brokial. Contoh obatnya adalah : Metopolol, Propanolol, dan Atenolol. Pada penderita Diabetes meliitus harus hati-hati , karena dapat menutupi gejala hipoglikemia yaiu kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bias berakibat bahaya bagi penderitanya. Pada orang tua terdapat gejala Bronkospasme atau penyempitan saluran pencernafasan sehingga pemberian obat harus hati-hati.

4) Vasodilator: Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.

5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin: Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II yaitu zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah . Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas

6) Antagonis kalsium : Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung atau kontraktilitas. Yang termasuk golongan obat ini adalah: Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit pusing, sakit kepala dan muntah.

7) Penghambat Reseptor Angiotensin II: cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiostensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

b. Penanganan non obat (non farmakologis), diantaranya adalah:

1) Diet rendah garam atau kolesterol atau lemak jenuh.

2) Menurangi berat badan agar mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang. Menurut Mansjoer (2000, h. 98), menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks masa tubuh > 27).

3) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.

4) Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hypnosis dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

5) Melakukan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebayak 3-4 kali seminggu. Olahraga, terutama bila disertai penurunan berat badan. Olahraga meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL), yang dapat mengurangi hipertensi yang terkait aterosklerosis.

6) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

7) Terapi komplementer juga termasuk penanganan secara non farmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya menurut Sustrani, dkk (2005, h. 74-105) adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, akupuntur, akupresur, homeopati, aromaterapi, terapi bach flower dan remedyre fleksiologi.

B. TERAPI KOMPLEMENTER

1. Pengertian

Terapi komplementer atau pengobatan alternatif adalah setiap praktek penyembuhan yang tidak termasuk dalam bidang konvensional kedokteran atau yang belum terbukti secara konsisten dan efektif. Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek pengobatan disebut alternatif atau komplementer. Beberapa terapi komplementer yang umum adalah : terapi fisik (yoga, pijat, akupuntur), teknik relaksasi (meditasi, visualisasi), obat herbal (Tekanan Darah Tinggi 2009).

Kewajiban seorang perawat adalah memberikan keamanan perawatan pada saat masyarakat menggunakan terapi komplementer. Terapi komplementer menjadi populer disebabkan karena berbagai macam fenomena termasuk ekonomi individu untuk memutuskan tindakan kesehatan, biaya yang tinggi dan persepsi tentang keamanan dari obat tersebut. Menurut Panel on Definition and deskription, Complementary and Alternative Medicine (CAM) research and metodologi conference 1997 (Synder, 2002). Terapi komplementer adalah merupakan suatu metode penyembuhan dengan menggunakan semua system, modalitas dan praktik yang sesuai dengan teori dan kepercayaan, bukan sekedar dipengaruhi oleh politik system kesehatan atau budaya yang telah berjalan, tetapi terdiri dari semua praktik dan proses penjabaran ide dari pengguna dalam rangka mencegah atau mengobati penyakit dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Menurut Snyder (2002), terapi komplementer efektif diberikan minimal selama satu minggu, selama satu minggu tersebut efek dari terapi dapat terlihat hasilnya.

2. Macam – macam terapi komplementer

Pengobatan komplementer juga termasuk pengobatan nonfarmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya menurut Sustrani, dkk, 2005 (h. 74-105) adalah dengan:

a. Terapi herbal : obat-obatan untuk menangani hipertensi antara lain bawang putih atau garlic (Allium Sativum), seledri atau celery (Apium gravolens), bawang merah atau onion (Allium cepa), blimbing manis (Averrhoa Carambola L), mentimun (Cucumis sativus), jeruk nipis (Citrusaurantifolia), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris).

b. Terapi Nutrisi:

1) Makanan yang kaya potassium, seperti : apricot, pisang, waluh, ikan lele, bayam, tomat, kacang-kacangan, kentang, susu, yoghurt.

2) Makanan kaya magnesium,seperti : kacang-kacangan , polong-polongan dan hasil olahnya (kacang merah, kedelai, tahu), bahan makanan dari laut (ikan, kerang, cumi-cumi , dll)

3) Makanan yang banyak mengandung kalsium, seperti : polong-polongan dan hasil olahnya ,sayur-sayuran hijau, daging sapi dan ayam rendah lemak.

4) Makanan yang banyak mengandung asam lemak esensial seperti: ikan laut (salmon, tuna, makerel), aneka kacang-kacanagan (kenari,kacang mete,walnut,dll)

5) Makanan yang kaya vitamin C , seperti : beragam buah-buahan (jambu biji, jeruk, mangga, papaya, rambutan), aneka sayuran yang disantap mentah,(kol, kacang panjang, daun katuk, cabai rawit,cabai merah)

c. Relaksasi progresif

d. Meditasi

e. Akupuntur : cara penyembuhan Tiongkok kuno dengan cara menusukkan jarum ke titik-titik tertentu di tubuh pasien.

f. Akupresur : cara penyembuhan dari Tiongkok yang mengaktifkan neuron pada system saraf, yang dapat menrangsang kelenjar-kelenjar endokrin dan hasilnya mengatifkan orang yang bermasalah.

g. Homeopati

h. Aromaterapi : cara penyembuhan dengan menggunakan konsentrasi minyak essensial yang sangat aromatik, dan diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan.

i. Terapi Bach Flower Remedy : pengobatan terdiri dari 38 tumbuhan dan bunga yang digunakan untuk mengobati gangguan emosi yang berbeda-beda.

j. Refleksiologi : cara pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona atau mikrosistem) di kaki , tangan, dan telinga yang ada hubugannya dengan kelenjar, organ dan bagian tubuh lainnya.

C. SELEDRI SEBAGAI TERAPI HERBAL

  1. Definisi

Seledri (Apium graveolens L) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang, Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan (Volkov 2010).

Menurut Volkov (2010) dalam taksonomi tumbuhan, seledri diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

b. Divisi : Magnoliophyta

c. Kelas : Magnoliopsida

d. Ordo : Apiales

e. Famili : Apiaceae

f. Genus : Apium

g. Spesies : A. graveolens

h. Nama binomial : Apium Graveolens L.

Seledri berasal dari daerah subtropik Eropa dan Asia, dan merupakan tanaman dataran tinggi, yang ditemukan pada ketinggian di atas 900 m dpl. Di daerah ini seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang menebal. Untuk pertumbuhannya, seledri memerlukan cuaca yang lembab. Seledri juga bisa ditanam di dataran rendah. Hanya saja ukuran batangnya menjadi lebih kecil dan digunakan sebagai penyedap masakan. Seledri terdiri dari tiga jenis yaitu seledri daun, seledri potongan dan seledri berumbi (Dalimartha, 2005).

Tanaman seledri tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatik yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak, berwarna hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7 helai. Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh, pangkal dan ujung runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga majemuk berbentuk payung, 8-12 buah, kecil-kecil, berwarna putih, mekar secara bertahap. Buahnya buah kotak, berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan (Dalimartha, 2005).

Seledri dipanen setelah berumur 6 minggu sejak ditanam. Tangkai daun yang agak tua dipotong 1 cm di atas pangkal daun. Daun muda dibiarkan tumbuh untuk dipanen kemudian. Tangkai daunnya yang berdaging dan berair dapat dimakan mentah sebagai lalap, sedangkan daunnya digunakan untuk penyedap sup. Jika seledri ditanam di daerah tropik, ukuran batangnya kurang besar sehingga seluruh bagian tanaman digunakan sebagai sayur. Seledri dapat diperbanyak dengan biji (Dalimartha, 2005).

  1. Sifat dan Khasiat

Akar seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan dan peluruh kencing (diuretik), sedangkan buah dan bijinya sebagai pereda kejang (antipasmodik), menurunkan kadar asam urat darah, antirematik, peluruh kencing (diuretik), peluruh kentut (karminatif), afrodisak dan penenang (Dalimartha, 2005).

Seledri berbau aromatik, rasanya manis, sedikit pedas dan sifatnya sejuk. Seledri bersifat tonik, memacu enzim pencernaan (stomatik), menurunkan tekanan darah (hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatis), peluruh kencing (diuretik), peluruh haid, peluruh kentut (karminatif), mengeluarkan asam urat darah yang tinggi, pembersih darah dan memperbaiki fungsi hormon yang terganggu (Dalimartha, 2005).

  1. Kandungan Kimia

Seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin 1%, minyak asiri 0,033%, flavo-glukosida (apiin), apigenin, fitosterol, kolin, lipase, pthalides, asparagine, zat pahit, vitamin (A, B dan C). Setiap 100 gr seledri mengandung air sebanyak 93 ml, protein 0,9 gr, lemak 0,1 gr, karbohidrat 4 gr, serat 0,9 gr, kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor 40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg, vitamin A 130 IU, vitamin K 15 mg, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin 0,03 mg dan nikotinamid 0,4 mg. Akar mengandung asparagin, manit, zat pati, lendir, minyak asiri, pentosan, glutamin dan tirosin. Biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin dan alkaloid. Apigenin berkhasiat hipotensif (Dalimartha, 2005).

D. SELEDRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH

Unsur – unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan darah adalah flavanoid, apigenin, vitamin C, fitosterol dan vitamin K yang dapat berperan dalam metabolisme gula (mengatur kadar gula darah), metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dengan demikian seledri meiliki peranan mekanisme penurunan takanan darah.

Kandungan seledri yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain :

1. Flavanoid : flavanoid dapat menghalau penyakit degeneratif. Flavanoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil oksigen singlet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah (Jupiter 2008).

2. Apigenin : apigenin yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Seledri Penyedap yang Berkhasiat 2010).

3. Vitamin C : vitamin C dapat memperkuat otot jantung, vitamin C berperan penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkat laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme kolesterol. Vitamin C juga dapat meningkatkan kadar HDL dan berfungsi sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran (Kusuma 2010).

4. Fitosterol : adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat membantu untuk menurunkan tekanan darah dikutip dari (Grandfa 2007).

5. Vitamin K berfungsi membantu proses pembekuan darah. Vitamin K berpotensi mencegah penyakit serius seperti penyakit jantung dan stroke karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor seperti timbunan plak kalsium (Astawan 2010).

6. Apiin : Apiin bersifat diuretic yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah (Masteryen 2009).


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP PENELITIAN




B. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini :

Ho : Tidak ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri pada pasien hipertensi

Ha : Ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri pada pasien hipertensi

C. IDENTIFIKASI VARIABEL, DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN

Tabel 3.1 Identifikasi Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

No

Variabel

Definisi operasional

Cara ukur

Hasil ukur

Skala

1.

Bebas: Pemberian rebusan seledri

Pemberian rebusan seledri pada pasien penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang mengalami hipertensi.

Cara penyajian: sediakan seledri sebanyak 16 tangkai lalu dicuci bersih. Rebus seledri tersebut dengan 400 ml air hingga menjadi 300 ml. lalu diminum pagi dan sore masing-masing 150 ml. Diminum selama 7 hari secara teratur.

Diukur dengan cara memberikan rebusan seledri pada penderita hipertensi yang dijadikan sebagai responden dan telah diperiksa tekanan darahnya.

Kemudian diperoleh juga dari hasil cheklist yang diisi oleh keluarga yang telah peneliti berikan sebelum dan sesudah pemberian rebusan seledri.

Hasil ukur dibagi menjadi 2 kategori yaitu 1. Diminum bila dalam setiap hari penderita mengkonsumsi rebusan seledri minimal 1 gelas per hari selama 1 minggu.

2. Tidak diminum bila dalam setiap hari penderita mengkonsumsi rebusan seledri kurang dari 1 gelas per hari atau tidak minum selama 1 minggu.

Nominal

2

Terikat: Tekanan Darah

Tekanan pada pembuluh arteri darah ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Terdapat dua tekanan darah yaitu, sistole (tekanan atas), normalnya 120 mmHg dan diastole (tekanan bawah) normalnya 80 mmHg.

Diukur dengan cara mengukur tekanan darah menggunakan spygnomanome-ter air raksa dan stetoskop dengan posisi berbaring (supine) setelah 1 minggu pemberian rebusan seledri. Kemudian hasil pengukuran tekanan darah dicatat dan dimasukan kedalam hasil ukur

Sesuai dengan hasil pengukuran tekanan darah

- Systolik

- Diastolik

Rasio


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment dengan rancangan yang digunakan adalah rancangan One Group Pretest – Postest Design tanpa adanya kelompok kontrol tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan – perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (postest), (Notoatmodjo, 2002, h. 164). Desain Quasi Eksperimen merupakan desain yang tidak mempunyai pembatasan yang ketat pada randomisasi dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman – ancaman validitas, (Notoatmodjo, 2002, h.167).

Rancangan One Group Pretest – Postest Design menggunakan satu kelompok subyek. Pertama – tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk ke dua kalinya, (Suryabrata, 2003, h. 101). Bentuk rancangan penelitian ini sebagai berikut:

Input Proses Output

(Pre-Test) Intervensi (Post-Test)

O1 O2

Bagan 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : Tekanan darah penderita hipertensi sebelum diberikan rebusan seledri

O2 : Tekanan darah penderita hipertensi sesudah diberikan rebusan seledri

O1-O2 : Perbedaan tekanan darah penderita hipertensi antara sebelum dan sesudah diberikan rebusan daun seledri

X : Intervensi berupa pemberian rebusan daun seledri

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik-karakreistik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono 2008, h. 61).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang mengalami hipertensi sesuai dengan kriteria dari WHO di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang berjumlah 188 penderita.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo 2002, h. 79).

Penelitian ini menggunakan “teknik random sampling” yaitu pengambilan sampel di mana semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. (Notoatmodjo 2002, h. 85).

Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Penderita hipertensi yang diberi perlakuan.

2) Berusia > 35 tahun.

3) Penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi herbal atau pengobatan.

4) Penderita yang tidak mengkonsumsi rokok.

5) Penderita yang tidak menjalani terapi diet.

6) Penderita yang tidak menjalani latihan fisik.

7) Penderita yang tidak melakukan terapi akupuntur.

8) Penderita yang tidak menjalani relaksasi progresif

9) Penderita yang tidak menjalani meditasi

10) Penderita yang tidak menjalani akupresur

11) Penderita yang tidak menjalani homeopati

12) Penderita yang tidak menjalani aromaterapi

13) Penderita yang tidak menjalani terapi bach flower

14) Penderita yang tidak menjalani remedyre fleksiologi

15) Penderita yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Berusia <>

2) Penderita yang mengkonsumsi rokok.

3) Penderita hipertensi yang mendapat pengobatan.

4) Penderita yang menolak menjadi responden.

3. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sederhana untuk populasi kecil ≤ 10.000 (Notoatmodjo, 2002)

Keterangan:

n : besar sampel

N : besar populasi

d : derajat kesalahan, ditentukan sebesar 10%

Dibulatkan menjadi orang.

Hasil dari penghitungan menggunakan rumus tersebut adalah jumlah sampel yang akan diberikan rebusan seledri oleh peneliti yaitu sebanyak 65 penderita. Untuk menghindari drop out karena tidak memenuhi kriteria sebagai responden, maka perlu ditambahkan responden sebanyak 10% dari sampel yang telah ditentukan yaitu sebanyak 7 penderita. Sehingga jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 72 penderita. Setelah menentukan jumlah sampel, selanjutnya peneliti menentukan responden dengan cara acak. Peneliti membuat seluruh nama responden, setelah itu peneliti mengocok dan mengambilnya secara acak sebanyak 72 responden.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian mengambil lokasi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah dengan waktu penelitian dimulai pada bulan 25 Mei sampai bulan 30 Juli 2010.

C. ETIKA PENELITIAN

Etika penelitian mempunyai tujuan melindungi dan menjamin kerahasiaan responden (pasien hipertensi). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mengurus perijinan guna memperoleh ijin dan menjelaskan tujuan penelitian. Pertama surat rekomendasi pre penelitian dari Stikes Alirsyad Al-Islamiyyah Cilacap kepada Bupati Cilacap, kepada Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Cilacap, dan kepada Kepala DKK Cilacap, Kepada Kepala Bappeda Cilacap selanjutnya memberikan ijin dan meneruskan kepada Kepala Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.

Setelah prosedur perijinan tersebut terlewati, maka dilanjutkan dengan menentukan penderita yang akan diberikan rebusan seledri untuk menurunkan hipertensi. Penderita diukur tekanan darahnya selanjutnya diberi penjelasan mengenai tujuan, manfaat dan cara mengkonsumsi rebusan seledri yang akan diberikan. Keluarga penderita hipertensi diberikan penjelasan tentang tata cara pengisian cheklist dan apa yang harus dilakukan dalam memberikan jawaban atas pertanyaan pada cheklist. Penderita yang bersedia selanjutnya menandatangani surat pernyataan persetujuan dan apabila tidak bersedia maka tidak ada paksaan untuk menandatangani. Lembar persetujuan ditandatangani saat penderita dalam keadaan tenang dengan waktu yang cukup dan tanpa ada paksaan. Penderita yang bersedia selanjutnya diukur tekanan darahnya dan kemudian diberikan intervensi rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari, untuk mencegah terjadinya penurunan tekanan darah yang drastis (hipotensi) maka peneliti mengukur tekanan darah 1 kali sehari, terapi ini diberikan selama satu minggu kemudian hasil pengukuran tekanan darah yang terakhir akan dibandingkan dengan hasil tekanan darah sebelum diberikan terapi, apakah terjadi penurunan atau tidak.

D. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Cara pengumpulan data diperoleh dari:

1. Data primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data secara langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Sugiyono 2008). Data primer penelitian ini diperoleh langsung dari pasien hipertensi berupa tekanan darah pasien yang sudah diukur menggunakan spignomanometer air raksa dan stetoskop. Kemudian, juga diperoleh dari hasil cheklist yang sudah diberikan sebelum dan sesudah pasien diberikan rebusan seledri, dimana cheklist tersebut diisi oleh keluarga yang memantau pasien.

Sebelum dilakukan pemberian rebusan seledri pada pasien hipertensi, pasien terlebih dahulu di ukur tekanan darahnya untuk mengetahui hasil tekanan darah pasien hipertensi dan keluarga mengisi cheklist yang sudah diberikan (pre-test) yang dilakukan satu hari sebelum pemberian rebusan seledri. Post-test pengukuran tekanan darah pada pasien hipertensi dilakukan setelah satu minggu diberi rebusan seledri untuk menurunkan tekanan darah tinggi dan keluarga menyerahkan cheklist yang sudah diisi.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lingkungan penelitian berupa data dari keluarga, hasil pengukuran tekanan darah dan sumber lain yang menunjang penelitian seperti nama, umur, tingkat pendidikan dan agama.

E. ALAT PENGUMPUL DATA

1. Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo, 2002, instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini menggunakan cheklist. Cheklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subyek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Pengamat tinggal memberikan tanda check ( Ö ) pada daftar tersebut yang menunjukan adanya gejala/ciri dari sasaran pengamatan. (Notoatmodjo 2002, h. 99). Sedangkan untuk mendapatkan hasil tekanan darah peneliti menggunakan spignomanometer air raksa dan stetoskop untuk mengukurnya. Seledri sebanyak 16 tangkai di rebus dengan 400 ml air hingga menjadi 300 ml air. Air rebusan seledri tersebut diminum untuk satu hari yaitu 150 ml untuk pagi dan 150 ml untuk sore.

2. Uji Instrumen Penelitian

Sebelum dilakukan pemberian rebusan seledri pada penderita hipertensi, penderita diukur terlebih dulu tekanan darahnya, alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah spignomanometer dan stetoskop. Disini peneliti menggunakan spignomanometer air raksa dan tidak ada kerusakan pada alat tersebut. Peneliti juga menggunakan cheklist yang diisi oleh keluarga pasien hipertensi untuk mendapatkan hasil apakah rebusan seledri diminum atau tidak diminum.

a. Validitas :

Menurut Nazir (2005, h. 222) dalam desain eksperimen terdapat dua jenis validitas yaitu validitas eksternal dan internal.

1) Validitas Eksternal

Dari jumlah populasi selama 2 bulan terakhir didapat 188 penderita, sesuai rumus Notoatmodjo di dapat 72 penderita. 72 penderita tersebut adalah batas minimal dari sampel untuk menggeneralisasikan populasi. Dengan validitas eksternal yang tinggi hasil dari eksperimen akan cukup representatif untuk mewakili populasi.

2) Validitas Internal

Untuk mengontrol variabel – variabel pengganggu diperlukan validitas internal yang tinggi. Suatu desain eksperimen harus dibuat sedemikian rupa sehingga perbedaan yang diperlihatkan benar-benar disebabkan oleh perlakuan yang diperlukan, bukan oleh faktor atau variabel lain diluar itu. Oleh karena itu peneliti mengontrol variabel – variabel yang dapat mengganggu yaitu dengan cara membuat kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

b. Reliabilitas

Alat yang akan digunakan untuk mengukur tekanan darah pada penelitian ini, peneliti menggunakan sphygnomanometer air raksa dan stetoskop yang telah teruji ke ketetapannya. Menurut Vitahealth (2004, h. 20) sphygnomanometer yang sering digunakan adalah sphygnomanometer air raksa yang dianggap paling akurat, sehingga disebut ”standar emas”. Alat ini terdiri dari manset yang bisa digembungkan dengan cara memompanya yang berbentuk bola karet dan dihubungkan dengan tabung panjang berisi air raksa. Ukuran tekanan darah akan diperlihatkan dalam milimeter air raksa (mmHg) pada tabung yang akan bergerak keatas jika dipompakan. Alat ukur yang rencananya akan digunakan untuk mengukur tekanan darah dalam penelitian ini adalah sphygnomanometer air raksa bermerk ONE MADE dan stetoscope bermerk ONE MADE.

F. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

1. Pengolahan Data

Menurut Achmadi dan Narbuko (2002) pengolahan data penelitian meliputi:

a. Editing

Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh pasien hipertensi. Pada penelitian ini peneliti memeriksa data yang diperoleh, baik mengenai identitas pasien hipertensi maupun jawaban cheklist.

b. Skoring

Skoring dilakukan untuk mengetahui total skor dari hasil checklist dan pengukuran tekanan darah sesudah diberikan rebusan seledri sebagai berikut:

1) Jawaban “diminum” diberikan skor 1

2) Jawaban “tidak diminum”diberikan skor 0.

2. Analisa Data

Langkah terakhir dari suatu penelitian adalah melakukan analisa data. Analisa data dilakukan secara bertahap dan dilakukan melalui proses komputerisasi.

a. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan dengan uji statistik deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut kelas atau kategori-kategori tertentu. (prasetyo & Jannah, 2005, h. 184-185). Pada penelitian ini variabel yang telah digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi adalah karakteristik pasien hipertensi yang meliputi: jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, tekanan darah sebelum diberikan rebusan seledri dan tekanan darah setelah diberikan rebusan seledri.

b. Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh rebusan seledri terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi. Menurut Riwidikdo (2008, h. 55 – 60), dalam analisa ini untuk mengetahui apakah hipotesis di terima atau di tolak adalah dengan Uji t dependen (paired t test). Penggunaan paired t test adalah untuk menguji efektifitas suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan. Rancangan ini paling umum dikenal dengan rancangan pre-post, artinya membandingkan rata-rata nilai pre test dan rata-rata post test dari suatu sampel. Level yang sering digunakan untuk standar error adalah 0,05 atau 0,01. Andaikata terdapat perbedaan antara dua buah mean, perbedaan tersebut belum tentu berbeda secara statistik. Perbedaan tersebut harus diuji dengan cara Uji - t . Dua asumsi dasar dalam mengunakan Uji - T adalah ; distribusi dari variabel adalah normal dan kedua variabel mempunyai variance yang sama. Untuk merumuskan hipotesis pada Uji – t adalah sebagai berikut :

Rumus paired t test adalah : , dari rumusan tersebut dapat juga dibuat rumusan dimana d adalah selisih/beda antara nilai pre dengan post. adalah rata-rata dari beda antara nilai pre dengan post.



BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian pengaruh pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 25 Mei sampai dengan 23 Juli 2010. Jumlah penderita hipertensi sebanyak 72 orang sesuai dengan kriteria inklusi. Proses pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga bagian yang akan diuraikan berikut ini.

A. Proses Pelaksanaan Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang pelaksanaan penelitian pengaruh pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah dengan membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak kegiatan, menjelaskan tujuan penelitian dan menandatangani lembar persetujuan penelitian.

1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak kegiatan, menjelaskan tujuan penelitian, menandatangani lembar persetujuan penelitian serta melakukan pre test/ pengukuran tekanan darah yang dilakukan di kelurahan yang akan diteliti dimulai pada tanggal 25 Mei 2010.

2. Pelaksanaan

Data diperoleh sesuai dengan jawaban dari responden. Data yang diperoleh meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan tekanan darah responden. Pelaksanaan pemberian rebusan seledri dilakukan selama satu minggu pada tiap-tiap responden. Warga yang bersedia menjadi responden diukur tekanan darahnya dan diberikan minuman rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu, tiap hari tekanan darah responden diukur. Sebelum memberikan intervensi, terlebih dahulu peneliti mengukur tekanan darah responden untuk mendapatkan data tekanan darah pre-test, setelah itu peneliti memberikan rebusan seledri kepada responden sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu. Selama 1 minggu peneliti setiap hari mengukur tekanan darah responden dengan tujuan untuk mengetahui terjadi hipotensi atau tidak. Setelah 1 minggu pemberian rebusan seledri, pada hari berikutnya peneliti mengukur tekanan darah responden kembali untuk mendapatkan tekanan darah post-test. Dalam memberikan rebusan seledri, peneliti membagi 65 responden menjadi tujuh kelompok yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan pemberian rebusan seledri. Kelompok I –VI masing-masing berjumlah sebanyak 10 responden dan kelompok VII berjumlah sebanyak 5 responden.

Kelompok I dimulai pada tanggal 26 Mei – 2 Juni 2010, Kelompok II dimulai pada tanggal 4-11 Juni 2010, Kelompok III dimulai pada tanggal 13-20 Juni 2010, Kelompok IV dimulai pada tanggal 22-29 Juni 2010, Kelompok V dimulai pada tanggal 1-8 Juli 2010, Kelompok VI dimulai pada tanggal 10-17 Juli 2010, Kelompok VII dimulai pada tanggal 19-23 Juli 2010.

3. Penutupan

Setelah pemberian rebusan seledri selama 1 minggu kemudian dilakukan post test dengan mengukur tekanan darah sistol dan diastol, serta melakukan terminasi kegiatan penelitian pada responden di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.

B. Karakteristik Penderita Hipertensi Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah

Pada bagian ini akan dijelaskan karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri.

1. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.1

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin

Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.

No.

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persen

1

Perempuan

35

53.8

2

Laki-laki

30

46.2

Total

65

100

Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi penderita hipertensi sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 53,8% dan sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 46,2%.

2. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan umur

Tabel 5.2

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan umur

Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.

No.

Umur

Frekuensi

Persen

1.

35-43 tahun

16

24.6

2.

44-52 tahun

32

49.2

3.

53-62 tahun

17

26.2

Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi sebagian besar berusia 44-52 tahun yaitu sebanyak 49,2% dan sebagian kecil berusia 35-43 tahun yaitu sebanyak 24,6%.

3. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan berat badan

Tabel 5.3

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan berat badan

Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.

No.

Berat Badan

Frekuensi

Persen

Mean

1.

45-58 Kg

46

70.8

55.85

2.

59-72 Kg

17

26.2


3.

73-86 Kg

2

3.1


Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi mempunyai berat badan rata-rata 55,85 Kg, sebagian besar penderita hipertensi 70,8% memiliki berat badan antara 45-58 Kg dan sebagian kecil 3,1% memiliki berat badan antara 73-86 Kg.

4. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tinggi badan

Tabel 5.4

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tinggi badan

Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.


N

Mean

Median

STD

Min

Max

Tinggi Badan

65

162.62

165.00

7.432

150

178

Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi mempunyai tinggi badan rata-rata 162,62 cm dengan tinggi badan terendah 150 cm dan tertinggi 178 cm.

5. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah sebelum diberikan rebusan seledri

Tabel 5.5

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah sebelum diberikan rebusan seledri Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.

Tekanan Darah

N

Mean

Median

Sd

Min

Max

Sistol

65

181.92

180.00

18.471

140

220

Diastol

65

99.62

100.00

11.295

80

130

Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi mempunyai tekanan darah sistol rata-rata 181,92 mmHg dengan tekanan darah sistol terendah 140 mmHg dan tertinggi 220 mmHg. Sedangkan untuk tekanan darah diastol mempunyai rata-rata 99,62 mmHg dengan tekanan darah diastol terendah 80 mmHg dan tertinggi 130 mmHg.

6. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah setelah diberikan rebusan seledri

Tabel 5.6

Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah setelah diberikan rebusan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.

Tekanan Darah

N

Mean

Median

Sd

Min

Max

Sistol

65

140.46

140.00

13.542

120

170

Diastol

65

83.00

80.00

7.896

70

95

Sumber : data primer diolah tahun 2010

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi mempunyai tekanan darah sistol rata-rata 140,46 mmHg dengan tekanan darah sistol terendah 120 mmHg dan tertinggi 170 mmHg. Sedangkan untuk tekanan darah diastol mempunyai rata-rata 83 mmHg dengan tekanan darah diastol terendah 70 mmHg dan tertinggi 95 mmHg.

C. Analisis Perbedaan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Rebusan Seledri Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah

1. Uji Normalitas Data

Sebelum pengujian hipotesa dilakukan, terlebih dahulu data dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas dilakukan karena dalam menggunakan uji T, data yang akan diolah harus memiliki data yang normal. Data diketahui normal atau tidak, maka harus dilakukan uji normalitas. Syarat Uji Normalitas menurut Dahlan (2008) ada 2 metode yaitu metode deskriptif dan metode analitis. Dalam menggunakan metode deskriptif ada tiga parameter yang harus dipenuhi yaitu nilai koefisien varian <>> -2 dan < 2, dan nilai rasio kurtosis > -2 dan < 2 . Sedangkan metode analitis, parameter yang digunakan yaitu uji Kolmogorov-Smirnov (sampel > 50) dan Shapiro-Wilk (sampel < 50). Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan metode deskriptif. Menurut Dahlan (2008) untuk mengetahui nilai koefisien varian yaitu menggunakan rumus , untuk mengetahui nilai rasio skewness menggunkan rumus , dan untuk mengetahui nilai rasio kurtosis menggunakan rumus .

Tabel 5.7

Hasil Uji Normalitas Data

tekanan darah sistol dan diastol

sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri

Variabel

Nilai

koefisien varian

Nilai

rasio skewness

Nilai

rasio kurtosis

Sistol Pre-test

10.15 %

<>

-0.441

>-2,<2

-1.395

>-2,<2

Sistol Post-test

9.64 %

<>

0.104

>-2,<2

-1.337

>-2,<2

Diastol Pre-test

11.33 %

<>

1.545

>-2,<2

-0.460

>-2,<2

Diastol Post-test

9.51 %

<>

-0.969

>-2,<2

-1.872

>-2,<2

Pada tabel 5.7 menunjukan bahwa semua kelompok data berdasarkan nilai koefisien varian, nilai rasio skewness dan nilai rasio kurtosis telah memenuhi syarat masing-masing parameter. Jadi dapat disimpulkan bahwa ke empat kelompok data tersebut berdistribusi normal.

.

2. Analisis perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri berdasarkan tekanan darah sistol

Tabel 5.8

Perbedaan rata-rata tekanan darah sistol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri

Variabel

N

Mean

STD

SE

t

P.Value

Sistol pre-post

65

41.462

17.292

2.145

19.331

0.000

Pada tabel 5.8 dijelaskan rata-rata penurunan tekanan darah sistol pada penderita hipertensi sebesar 41,462 mmHg dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata penurunan tekanan darah sistol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri dengan p.value 0,000 <>

3. Analisis perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri berdasarkan tekanan darah diastol

Tabel 5.9

Perbedaan rata-rata tekanan darah diastol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri

Variabel

N

Mean

STD

SE

t

P.Value

Diastol pre-post

65

16.615

11.696

1.451

11.453

0.000

Pada tabel 5.9 menunjukan rata-rata penurunan tekanan darah diastol pada penderita hipertensi sebesar 16,615 mmHg dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata penurunan tekanan darah diastol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri dengan p.value 0,000 <>



BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil dari penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, keterbatasan penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang digunakan dan karakteristik sampel yang digunakan dan selanjutnya akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan dan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Rebusan seledri diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu, penelitian ini dilakukan mulai tanggal 25 Mei sampai 23 Juli 2010 di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.

1. INTERPRESTASI DAN HASIL DISKUSI

1. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Data Demografi

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar penderita hipertensi 53,8% berjenis kelamin perempuan dan sebagian kecil 46,2% berjenis kelamin laki-laki.

Jenis kelamin ternyata mempengaruhi tekanan darah seseorang, pada data yang didapat perempuan lebih banyak menderita hipertensi yaitu 53,8%, sedangkan pada laki-laki data didapat 46,2% yang menderita hipertensi. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang yang berusia 25 tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi (Akhmad 2010). Menurut Armilawaty (2007) penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki, penyebabnya sebelum menopause wanita relatife terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen.

b. Umur

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar penderita hipertensi 49,2% berumur antara 44 – 52 tahun dan sebagian kecil 24,6% berumur antara 53-62 tahun.

Bertambahnya umur dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Pada data didapat sebagian besar penderita hipertensi berumur antara 44-52 tahun yaitu sebanyak 49,2%. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada umumnya tekanan darah akan meningkat dengan bertambahnya umur terutama setelah 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di bawah umur 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi di atas 50 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30%. (Soendoro 2007).

Menurut Elisa, Nunung & Uken (2009, h. 3) semakin bertambahnya usia tekanan darah cenderung meningkat, hal ini disebabkan karena hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.

c. Berat Badan

Berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa rata-rata berat badan penderita hipertensi 55,85 kg, sebagian besar penderita hipertensi 70,8% memiliki berat badan antara 45-58 Kg dan sebagian kecil 3,1% memiliki berat badan antara 73-86 Kg. Indeks Massa Tubuh dari rata-rata berat badan (kg) dibagi rata-rata kuadrat tinggi badan (m) yaitu 21,28 Kg/m2.

Menurut Artika (2009) orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi. Menurut Yessi (2009) kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Kelebihan berat badan akan memaksa jantung bekerja lebih keras. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.

Menurut Elisa, Nunung & Uken (2009, h. 3) kelebihan berat badan (overweight) terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat. Berat badan yang berlebih atau obesitas yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Berat badan yang berlebihan akan membuat seseorang susah bergerak dengan bebas. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebihan dari tubuh tersebut, sehinga orang yang mengalami obesitas lebih mudah untuk menderita penyakit hipertensi (Sustrani, Alam & Hadibroto 2005, hh30 - 31).

2. Pengaruh Pemberian Rebusan Seledri Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistol Dan Diastol

Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum diberikan rebusan seledri memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 181,92 mmHg yang menurut Joint National Comite (JNC) termasuk dalam kategori hipertensi derajat 3 atau hipertensi berat dan untuk diastoliknya adalah 99,62 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi derajat satu atau hipertensi ringan. Sedangkan tekanan darah pada penderita hipertensi setelah diberikan rebusan seledri memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 140,46 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi derajat 1 atau hipertensi ringan dan untuk diastoliknya adalah 83 mmHg termasuk dalam kategori normal.

Hasil Uji t dependent (paired t test) menunjukan ada perbedaa rata-rata pre dan post pada tekanan sistolik sebesar 41,462 mmHg, t hitung (19,331) > t table (2,000) dan pv (0,000) < α (0,05). Dan terdapat perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan diastolik sebesar 16,615 mmHg, t hitung (11,453) > t able (2,000) dan pv (0,000) < α (0,05).

Seledri atau celery ( Apium graveolens ) merupakan salah satu dari jenis terapi herbal untuk menangani penyakit hipertensi. Unsur-unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan darah adalah flavanoid, apigenin, vitamin C, fitosterol dan vitamin K yang dapat berperan dalam metabolisme gula (mengatur kadar gula darah), metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dengan demikian rebusan seledri memiliki peranan mekanisme penurunan takanan darah.

Rebusan seledri dalam menurunkan tekanan darah mempunyai 4 mekanisme kerja yaitu dengan cara membantu metabolisme gula, metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dalam hal ini vitamin C, fisterol dan berperan sebagai zat yang dapat membantu proses metabolisme gula. Vitamin C berperan penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkat laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme kolestreol. Vitamin C juga dapat meningkatkan kadar HDL dan berfungsi sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran (Kusuma 2010). Fitosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat membantu untuk menurunkan tekanan darah dikutip dari (Grandfa 2007).

Flavonoid berperan sebagai zat yang dapat membantu metabolisme lemak. Flavonoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil oksigen singlet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah (Jupiter 2008). Vitamin K berpotensi mencegah penyakit serius seperti penyakit jantung dan stroke karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor seperti timbunan plak kalsium (Astawan 2010).

Apiin berperan sebagai zat yang dapat membantu proses diuretik. Cara kerjanya yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah (Masteryen 2009).

Vitamin K dan apigenin berperan sebagai zat yang dapat membantu peningkatan elastisitas pembuluh darah. Vitamin K berpotensi mencegah penyakit serius seperti penyakit jantung dan stroke karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor seperti timbunan plak kalsium (Astawan 2010). Sedangkan apigenin yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Seledri Penyedap yang Berkhasiat 2010).

Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi dua yaitu dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol. Faktor risiko yang dapat dikontrol yaitu obesitas, kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi garam berlebih, minum alkohol, diet, minum kopi, pil KB dan stress. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol yaitu Umur, jenis kelamin, dan genetik.

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat dikontrol. Menurut Yessi (2009) kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Kelebihan berat badan akan memaksa jantung bekerja lebih keras. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.

Jenis kelamin sangat mempengaruhi tekanan darah seseorang, pada data yang didapat perempuan lebih banyak menderita hipertensi yaitu 53,8%, sedangkan pada laki-laki data didapat 46,2% yang menderita hipertensi. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang yang berusia 25 tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi (Akhmad 2010). Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki penyebabnya sebelum menopause, wanita relatife terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen (Armilawaty 2007).

Bertambahnya umur dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Pada data didapat sebagian besar penderita hipertensi berumur antara 44-52 tahun yaitu sebanyak 49,2%. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada umumnya tekanan darah akan meningkat dengan bertambahnya umur terutama setelah 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di bawah umur 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi di atas 50 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30%. (Soendoro 2007). Hal ini disebabkan karena hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah (Elisa, Nunung & Uken 2009, h. 3).

Penyebab penyakit hipertensi secara umum diantaranya aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf simpatis, obesitas, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa menyebabkan hipertensi (Marzuky 2009).

Penanganan hipertensi menurut Lenny (2008), secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu penanganan dengan obat-obatan (farmakologi) dan penanganan non obat (non farmakologis). Penanganan secara farmakologis yaitu terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan non-farmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan, olah raga secara teratur, diet rendah lemak & garam, dan terapi komplementer (Marlia 2009).

Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-105). Jenis obat yang digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium graveolens ), bawang putih atau garlic (Allium Sativum), bawang merah atau onion (Allium cepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-105).

Pengaruh pemberian rebusan seledri dalam penelitian ini juga didukung oleh beberapa faktor yang tidak diteliti tapi dimungkinkan dapat mempengaruhi pengaruh rebusan seledri dalam menurunkan tekanan darah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam diri individu dimungkinkan dapat memberikan pengaruh pemberian rebusan seledri. Yang mencakup faktor internal adalah keadaan fisik dan psikis individu (Puspa 2009). Faktor intenal terkait keadaan pskis adalah motivasi responden untuk mengkonsumsi rebusan seledri. Yang dimungkinkan motivasi yang tinggi dapat meningkatkan keinginan responden untuk mengkonsumsi rebusan seledri. Pendapat ini sesuai dengan Mitchell (dalam Winardi 2002) yang mengemukakan bahwa motivasi mewakili proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.

Faktor perancu yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti adalah pola makan dan psikis masing-masing responden, karena keterbatasan peneliti yang sulit untuk mengontrolnya satu per satu, sehingga hasil penelitian kurang baik apakah penurunan tekanan darah disebabkan oleh pemberian rebusan seledri atau oleh faktor lain.

Pada penelitian ini, peneliti memilih responden dan kemudian diukur tekanan darahnya, setelah penderita hipertensi bersedia menjadi responden maka diberikan rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari selama satu minggu. Peneliti juga minta bantuan 2 orang teman untuk membantu melakukan penelitian karena keterbatasan peneliti dan waktu penelitian. Sebelum datang ke responden peneliti memberikan penjelasan tentang kriteria responden yang dipilih dan cara memberikan terapi rebusan seledri kepada 2 orang teman tersebut.

Faktor eksternal atau faktor dari luar individu juga dimungkinkan dapat mempengaruhi pemberian rebusan seledri. Faktor eksternal tersebut adalah segala hal yang berada diluar individu misalnya adalah kesibukan masing-masing individu atau individu yang bekerja. Aktifitas diluar rumah dapat mengakibatkan kurangnya atau tidak sesuai jadwal mengkonsumsi rebusan seledri.

Faktor eksternal lainnya adalah pengunaan rebusan seledri yang memiliki rasa pahit. Tidak semua responden menyukai rasa pahit. Untuk mengantisipasinya rebusan seledri tersebut diberikan pada saat masih hangat.

2. KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian tentang pengaruh rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi, memiliki keterbatasan sebagai berikut :

a. Pegambilan data tekanan darah untuk data pretest dan posttest tidak dapat dilakukan serempak oleh peneliti, dikarenakan penelitian dilakukan door to door.

b. Terdapat kesulitan saat pengambilan data karena tidak semua responden yang dipilih oleh peneliti bersedia menjadi responden dan kesibukan masing-masing responden membuat peneliti kesulitan menentukan waktu pengukuran tekanan darah.

c. Faktor cuaca yang pernah 3-4 kali mengalami hujan, sehingga peneliti tidak mengecek tekanan darah tiap hari pada responden. Sehingga hasil tekanan darah ada yang tidak lengkap selama 1 minggu.

3. IMPLIKASI TERHADAP PELAYANAN DAN PENELITIAN

Berpedoman pada hasil penelitian, dapat dibuat implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian rebusan seledri pada penderita hipertensi, terutama hipertensi perbatasan yaitu yang memiliki tekanan darah sistolik 140 – 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 – 95 mmHg sampai hipertensi berat yaitu yang memiliki tekanan darah sistolik 230 – 280 mmHg dan tekanan darah diastolik 120 – 140 mmHg. Pemberian rebusan seledri ini mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi sehingga dapat direkomendasikan sebagai penatalaksanaan pengobatan non farmakologis hipertensi perbatasan sampai berat.

2. Pemberian rekomendasi rebusan seledri juga dapat digunakan sebagai terapi pendamping atau terapi pelengkap pada pengobatan farmakologis hipertensi. Seperti pada penderita hipertensi yang memang harus menggunakan pengobatan farmakologis.

3. Implikasi terhadap penelitian lebih diarahkan kepada peneliti yang lain yang tertarik untuk mengkaji tema yang sama, yaitu penelitian terhadap manfaat seledri untuk mengatasi rematik, asma, radang sendi, sakit mata, gagal ginjal, insomnia, encok dan penelitian lain yang terkait dengan rebusan seledri.




BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Simpulan hasil penelitian dan interpretasi data dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Karakteristik jenis kelamin sebagian besar penderita hipertensi 53,8% berjenis kelamin perempuan dan sebagian kecil 46,2% berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik umur sebagian besar penderita hipertensi 49,2% berusia 44-52 tahun dan sebagian kecil 24,6% berusia 35-43 tahun. Karakteristik berat badan sebagian besar penderita hipertensi 70,8% memiliki berat badan 45-58 Kg dan sebagian kecil 3,1% memiliki berat badan 73-86 Kg. Karakteristik tinggi badan penderita hipertensi rata – rata adalah 162,62 cm, nilai tengah 165 cm, standar deviasi 7,432, tinggi minimal 150 cm dan tinggi maximal 178 cm.

2. Tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sebelum pemberian rebusan seledri rata-ratanya adalah 181,92 mmHg, nilai tengah 180 mmHg, standar deviasi 18,471, tekanan darah minimal 140 mmHg, tekanan darah maksimal 220 mmHg. Tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi sebelum pemberian rebusan seledri rata-ratanya adalah 99,62 mmHg, nilai tengah 100 mmHg, standar deviasi 11,295, tekanan darah minimal 80 mmHg, tekanan darah maksimal 130 mmHg.

3. Tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sesudah pemberian rebusan seledri rata-ratanya adalah 140,46 mmHg, nilai tengah 140 mmHg, standar deviasi 13.542, tekanan darah minimal 120 mmHg, tekanan darah maksimal 170 mmHg. Tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi sesudah pemberian rebusan seledri rata – ratanya adalah 83 mmHg, nilai tengah 80 mmHg, standar deviasi 7.896, tekanan darah minimal 70 mmHg, tekanan darah maksimal 95 mmHg.

4. Ada perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan sistolik sebesar 41,462 mmHg, t hitung (19,331) > t table (2,000) dengan demikian Ho ditolak atau ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik pre dan post pemberian rebusan seledri dengan pv (0,000) < α (0,05). Sedangkan perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan diastolik sebesar 16,615 mmHg, t hitung (11,453) > t table (2,000) dengan demikian Ho ditolak atau ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik pre dan post pemberian rebusan seledri dengan pv (0,000) < α (0,05).

B. SARAN

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan agar lebih memperkenalkan manfaat seledri di masyarakat sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi seledri secara rutin dan dapat merasakan manfaatnya secara optimal.

2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat

Bagi tenaga kesehatan untuk dapat menggunakan terapi rebusan seledri untuk menangani pasien hipertensi ringan sampai tinggi, sehingga diharapkan kasus hipertensi dapat menurun.

3. Bagi Penderita Hipertensi

Dengan semakin meningkatnya penderita hipertensi, maka perlu memperhatikan pengobatan yang harus diberikan secara rutin dan sebagai pilihan alternatifnya dengan menggunakan obat herbal yang tersedia disekitar kita salah satunya adalah dengan menggunakan rebusan seledri.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai seledri yang memiliki banyak manfaat, seperti untuk mengatasi rematik, asma, radang sendi, sakit mata, gagal ginjal, insomnia, dan encok.