A. PENDAHULUAN
Cancer ovarium merupakan 20% dari semua keganasan alat reproduksi wanita. Insidensi rata-rata dari semua jenis diperkirakan 15 kasus baru per 1.000.000 populasi wanita setahunnya. Cancer ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Oleh karena itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi perdebatan. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa reproduksi, dan 10% pada usia jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low malignant potential) dan yang jelas ganas (malignant).
B. PENGERTIAN
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
C. ETIOLOGI
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
D. FAKTOR RISIKO
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok
3. Alkohol
4. Penggunaan bedak talk perineal
5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
6. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
7. Nulipara
8. Infertilitas
9. Menstruasi dini
10.Tidak pernah melahirkan
E. TANDA DAN GEJALA
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dispepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat
F. PATOFISIOLOGI
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi tumor epitelium menurut WHO yang dimodifikasi:
1. Tumor epitelial yang umum:
a. Serosa
b. Musinosa
c. Endometrioid
d. Clearcell: benigna, borderline malignancy, carsinoma.
e. Brenner
f. Epiteliel campuran
g. Carsinoma tak terdeferensiasi
h. Tumor tak terklasifikasi.
Tumor epitelium ovarium merupakan 40% dari semua tumor ovarium. Ada 2 jenis: serosa dan musinosa. Kedua-duanya mempunyai kecenderungan untuk tumbuh bilateral dan berimplantasi di rongga peritoneum. Perubahan ke arah ganas terjadi pada yang berjenis serosa. Kistadenokarsinoma papiliferum pseudo musinosa merupakan satu variasi dari tumor dengan kemungkinan penyebaran lokal yang tinggi. Tumor-tumor endometrioid, mesonephroid, dan brenner adalah jarang.
2. Sex-cord stromal tumours:
a. Tumor granulosa theca cell: benigna, maligna
b. Androblastoma (Sertoli-Leidig)
c. Gynandroblastoma
d. Tidak terklasifikasi
Diduga bahwa tumor jenis ini berasal dari mesenkhim gonad, yang potensial mampu mendeferensiasi ke dalam struktur gonad laki-laki dan wanita, hingga tumor dapat mengakibatkan munculnya tanda-tanda maskulinisasi atau feminisasi pada penderitanya. Androblastoma atau tumor yang berasal dari tumor mesenkhim akan mendiferensiasi ke dalam struktur gonadal laki-laki:
1) Arrhenoblastoma : mikroskopik terlihat gambaran tubuler dan berhubungan dengan gejala atau tanda defeminisasi atau maskulinisasi.
2) Tumor Sertoli cell: adalah bentuk feminisasi dari androblastoma. Sel-sel sertoli merupakan sumber dari estrogen pada gonad lelaki.
3) Tumor cell granulosa
4) Tumor sel theca
Dalam banyak kejadian, elemen dari tumor sel granulosa dan theca terdapat pada tumor yang sama. Mereka bisa dikaitkan dengan gejala hiperestrogennisme. Hiperplasi endometrium dan karsinoma endometrium pernah dilaporkan berhubungan dengan tumor-tumor sel granulosa dan sel theca.
3. Tumor-tumor lipid cell
4. Tumor-tumor germ-cell:
Tumor ini berasal dari germinal dan derivatnya.
a) Disgerminoma
Paling umum dari kelompok tumor ini, merupakan homolog dari seminoma testis, biasa terdapat pada wanita muda dan sangat radiosensitif. Frekuensi tumor ini kurang dibandingkan dengan Tumor sel granulosa yang kebanyakan ditemukan pada wanita muda, dapat ditemukan dalam ukuran kecil sampai besar hingga mengisi rongga perut. Tumor dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, kecuali di bagian-bagian yang mengalami degenerasi berwarna sawo matang sampai ke abu-abuan. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat gambaran sarang-sarang sel telur yang besar, bundar, ovoid atau poligonal, terpisah oleh septa jaringan ikat. Tumor ini keganasannya tak seberapa tinggi. Prognosis tumor yang masih unilateral dan terbatas dalam kapsul yang baik (88,6% dapat disembuhkan) hanya dengan USO (Unilateral Salpingo Ovarectomy) saja. Kalau perlu pasca bedah dapat dipertimbangkan radioterapi pada tumor bed karena tumor ini sangat radiosensitif dan radiocurable.
b) Tumor sinus endodermal
Berasal dari Jolk sac atau saccus vitellius, umumnya ditemukan pada gadis atau wanita muda (20 th) dan sangat ganas. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan retikulum dengan ruangan berbentuk kistik (sinus endodermal) ditengahnya. Sinus tersebut terdiri dari pembuluh darah ditengahnya dikelilingi oleh sel-sel kuboid.
c) Karsinoma embrional
d) Poli embrioma
e) Khoriokarsinoma
f) Teratoma: immatur, matur (solid atau kistik), monodermal (stroma ovarii dan atau karsinoid atau lainnya).
Diduga berkembang dari jaringan embrional yang pluripoten dan mampu membentuk elemen dari ketiga lapisan embrional. Bentuk kistik adalah tak ganas, sedang solid adalah ganas. Teratoma yang benigna banyak ditemukan pada golongan usia tua. Teratoma ganas biasanya ditemukan pada anak-anak dan pada masa pubertas. Tumor tumbuh capat dan prognosisnya buruk.
H. PENYEBARAN
Kanker ovarium menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta, mediastinal, dan supraklavikuler, untuk seterusnya menyebar ke alat-alat yang jauh, terutama paru-paru, hati, dan otak. Obstruksi usus dan ureter merupakan masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium.
Penetapan Tingkat Klinik Keganasan
UICC | Kriteria | FIGO |
T1 | Terbatas pada ovarium | I |
T1a | Satu ovarium, tanpa ascites | Ia |
T1b | Kedua ovarium, tanpa ascites | Ib |
T1c | Satu/dua ovarium, ada ascites | Ic |
T2 | Dengan perluasan ke panggul | II |
T2a | Uterus dan atau tuba, tanpa ascites | Iia |
T2b | Jaringan panggul lainnya, tanpa ascites | Iib |
T2c | Jaringan panggul lainnya, dengan ascites | Iic |
T3 | Perluasan ke usus halus/omentum dalam panggul, atau penyebaran intraperitoneal/kelenjar retraperitoneal. | III |
M1 | Penyebaran ke alat-alat jauh | IV |
I. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas 3 gejala/tanda yang biasanya muncul dalam perjalanan penyakitnya yang sudah agak lanjut:
1. Gejala desakan, yang dihubungkan dengan pertumbuhan primer dan infiltrasi ke jaringan sekitar.
2. Gejala diseminasi/penyebaran, yang diakibatkan oleh implantasi peritoneal dan bermanifestasi adanya ascites.
3. Gejala hormonal, yang bermanifestasi sebagai defeminisasi, maskulinisasi atau hiperestrogenisme, intensitas gejala ini sangat bervariasi dengan tipe histologik tumor dan usia penderita.
J. TERAPI TUMOR GANAS OVARIUM
Untuk kanker ovarium, pembedahan merupakan pilihan utama. Pada tingkatan awal prosedur adalah TAH + BSO + OM + APP (optional). Luas pembedahan tergantung oleh insidensi dari seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral) dan kecenderungan untuk menginvasi badan rahim (korpus uterus). Biopsi dibeberapa tempat seperti: omentum, kelenjar getah bening para maupun pre orbital dan area sub diaprahmatika amatlah penting.
Pembedahan juga amat penting sebagai tindakan primer pada penderita dengan penyakitnya yang ekstensif ialah dengan mengangkat sebanyak mungkin jaringan tumor, bila keadaan memungkinkan meskipun tidak semua jaringan tumordapat diangkat seluruhnya (debulking). Dengan debulking (bulk reductive surgery) memungkinkan kemo maupun radioterapi menjadi lebih efektif. Tindakan konservatif (hanya mengangkat tumor ovariumnya saja: oophorectomi atau oophoro kistektomi) masih dapat dibenarkan jika tingkat klinik penyakit T1a, wanita masih muda, belum mempunyai anak, derajat keganasan tumor rendah seperti disgerminoma, tumor sel granulosa, dan arrheoblastoma atau low potential malignancy = borderline malignancy, hal itu masih bisa dipertanggungjawabkan meskipun beberapa ahli berpendapat tindakan seperti itu tetap merupakan gambling. Pengawasan ketat pada penderita pasca bedah merupakan suatu keharusan.
1. Radioterapi
Radiasi untuk membunuh sel-sel tumor yang tersisa hanya efektif pada jenis tumor yang peka terhadap sinar seperti disgerminoma dan tumor sel granulosa.
2. Kemoterapi
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Sejumlah obat sitostatika telah digunakan, termasuk agens alkylating (cyclophosphamide, chlorambucil), antimetabolit (MTX,5 FU), antibiotika (adriamisin) dan agen lain (ex: Cis-Platinum). Adanya ascites mungkin dapat dikendalikan dengan kemoterapi intraperitoneal. Isotop radioaktif sekarang jarang digunakan pada penanganan tumor ini, sedang teknik shunting cairan ascites ke dalam vena jugularis melalui plastic tube yang berkatup searah sekarang banyak dipakai. Penanganan paliatif sering menggunakan preparat hormon progestativa.
K. ASUHAN KEPERWATAN
1. Pengkajian
a) Data diri klien
b) Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
c) Riwayat kesehatan masa lalu
d) Riwayat kesehatan keluarga
e) Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
f) Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
g) Pemeriksaan fisik
h) Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d agen cidera biologi
b) Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
c) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormone
3. Tujuan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Tujuan : KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan
Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormone
Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
- Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan
Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Derek, Liewellyn-Jones 2001 Dasar-dasar obstetri dan ginekologi. Alih bahasa: Hadyanto, Ed. 6. Hipokrates,
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Bagian Obstetri & ginekologi FK.Unpad,1993. Obstetri Fisiologi.Eleman Bandung
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
Wong, Dona L& Perry, Shanon W (1998) Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia.